Hubungan
Agama Buddha dengan Ilmu Pengetahuan Modern
Novita Sari
Sekolah Tinggi Ilmu Agama Buddha (STIAB) Jinarakkhita
Bandar Lampung
Abstrak
Agama
Buddha merupakan agama yang memiliki ajaran kebenaran yang diajarkan oleh Guru
Agung Buddha Gautama. Sedangkan ilmu pengetahuan modern merupakan pada jaman
modern yang menampilkan penemuan-penemuan dengan landasan teori modern pula dan
analisis bersistem terhadap data lapangan tertentu. Ilmu pengetahuan modern dengan
agama Buddha memiliki hubungan yang khas. Hubungan ini terlihat pada
relevansinya antara ilmu pengetahuan dengan ajaran Buddha, yang dapat dilihat
dari tiga wilayah yaitu mengenai astrofisika
mengenai perkembangan alam semesta, ilmu fisika serta cara kerja otak/ilmu
syaraf, yang berdasarkan analisa dan penelitian. Selain itu, berbagai relevansi
terlihat dari segi sumber dari ilmu serta ajaran Buddha itu sendiri.
Kata
kunci : Agama
Buddha, Ilmu pengetahuan Modern.
A.
Sejarah
Agama Buddha dan Ajarannya
Berkembangnya
agama Buddha di awali dari guru Agung Buddha Gautama. Beliau yang lahir dalam
keluarga Suku Sakya menjadi Buddha demi membantu semua makhluk untuk mencapai
pencerahan, yang diawali dari beliau sendiri. Beliau mengajarkan ajaran yang
didapat, yang diketahui melalui praktik yang di lalui dalam meditasi-Nya. Beliau
mengajarkan ajaran tersebut kepada para siswa-Nya untuk membantu mencapai
pencerahan, dengan berbagai cara yang disesuaikan dengan kondisi pribadi
masing-masing orang. Karena Sang Buddha mampu mengetahui kondisi pikiran yang
sedang dialami oleh para siswa-Nya, dan mampu melihat kapan tiba saatnya beliau
memberi ajaran dan tercapainya pencerahan bagi siswa-Nya.
Pencapaian
pencerahan dapat diperoleh bila benar-benar mampu memahami isi ajaran yang Sang
Buddha sampaikan. Buddha menguraikan kebenaran-kebenaran (Dhamma) tentang perubahan (Anicca),
dukkha dan tanpa jiwa (Anatta) lebih
dari 2500 tahun yang lalu. Selain itu, Sang Buddha memberikan ajaran yaitu tidak
melakukan kejahatan, perbanyaklah perbuatan bajik, sucikan hati dan pikiran,
inilah ajaran para Buddha (Dhp. XIV:183).
Ajaran ini menjadi inti sari dari ajaran Buddha.
Ajaran ini
bersifat universal yaitu setiap orang boleh mempelajari ajaran Buddha, tidak
melihat ras, sistem kepercayaan lain, tidak memihak kepada siapa pun dan
benar-benar bersifat universal. Ajaran Buddha adalah ajaran yang tinggi, telah
sempurna dibabarkan oleh Bhagava, harus dibuktikan, diselami oleh para
bijaksana, dan mampu menuntun ke arah pembebasan. Selain itu, ajaran Sang
Buddha merupakan ajaran yang mengandung kebijaksanaan yang harus dibuktikan
dengan cara ehipasiko (datang, lihat
dan buktikan).
Melalui praktik
inilah, ajaran Buddha mampu memberikan bukti akan kebenaran ajaran Buddha. Bukti
nyata yang mampu diterima dalam ajaran Buddha ini dapat berupa ajaran
pembebasan dari dukkha. Dimana, dalam
kehidupan setiap manusia terdapat sebuah penderitaan, untuk itu dengan upaya
melakukan pembuktian secara langsung, maka akan mampu mengetahui secara jelas
akan kebenaran dari ajaran Buddha.
B.
Pengertian
Ilmu Pengetahuan Modern
Ilmu pengetahuan
menurut KBBI (2003:372), yaitu gabungan berbagai pengetahuan yang disusun
secara logis dan bersistem dengan memperhitungkan sebab dan akibat; ilmu
pengetahuan adalah ilmu yang berhubungan dengan biologi, fisika dan kimia. Sedangkan
ilmu pengetahuan modern menurut KKBI (2003:372) adalah ilmu pengetahuan pada
jaman modern yang menampilkan penemuan-penemuan dengan landasan teori modern pula
dan analisis bersistem terhadap data lapangan tertentu. Jadi, ilmu pengetahuan
modern lebih mengkaji terhadap penemuan baru dan menekankan pada penelitian dan
analisa.
Terdapat
bidang-bidang ilmu pengetahuan yaitu bidang ilmu biologi memperlajari tentang
ilmu perkembangan makhluk hidup, ilmu fisika mempelajari tentang bumi misalnya
grafitasi bumi sedangkan ilmu kimia mempelajari tentang perubahan-perubahan
yang terjadi pada sebuah benda misalnya perubahan sumbu lilin yang telah di
bakar.
Ilmu pengetahuan
dapat diartikan secara luas sebagai sebuah ilmu yang mempelajari alam semesta
beserta isinya serta kasus atau peristiwa yang terjadi di alam semesta ini
dengan berbagai kejadian-kejadian yang di atur oleh alam. Bekerjanya ilmu
pengetahuan di dasari oleh suatu analisa, yaitu penyelidikan secara teliti
terhadap setiap gejala dan mengkaji setiap bagiannya, serta berusaha untuk
menemukan bagaimana timbulnya gejala itu.
C.
Hubungan
Agama Buddha dengan Ilmu Pengetahuan Modern
Agama Buddha
dan ilmu pengetahuan telah dikemukakan banyak ahli memiliki hubungan yang erat.
Karena pada dasarnya, ilmu pengetahuan merupakan bagian dari agama dan agama
bagian dari ilmu pengetahuan. Terdapat banyak ilmu pengetahuan yang sepadan
dengan agama Buddha.
Kesepadanan
tersebut dapat dilihat dari perkembangan iptek, ilmu biologi, ilmu fisika serta
dalam kaitannya dengan alam semesta in. Namun, adanya kesepadanan tersebut,
terdapat pula perbedaannya. Jose Ignacio Cabezon, seorang
profesor pakar Buddhisme Tibetan dan Cultural Studies dari University
of California (Cabezon, dalam artikel
yang ditulis oleh Willy) pernah mengemukakan bahwa Buddhisme dan ilmu
pengetahuan memang tidak serupa, tidak mirip, namun keduanya saling melengkapi.
Menurut
Cabezon, ilmu pengetahuan berkenaan dengan dunia eksterior, sementara Buddhisme
dengan dunia interior. Ilmu pengetahuan berurusan dengan materi, sedangkan
Buddhisme dengan batin. Ilmu pengetahuan adalah perangkat keras, sedangkan
Buddhisme adalah perangkat lunaknya. Ilmu pengetahuan bersifat rasional,
sedangkan Buddhisme bersifat eksperiansial, ilmu pengetahuan bersifat
kuantitatif, sedangkan Buddhisme kualitatif.
Berdasarkan
adanya perbedaan tersebut tidak menjadi pertentangan, karena pada dasarnya ilmu
pengetahuan itu sendiri merupakan bagian dari ajaran Buddhisme. Seperti yang
dikatakan oleh Eisntein bahwa meskipun ranah agama dan ilmu dalam dirinya
memisahkan diri satu sama lain, namun diantara keduanya ada hubugan timbal
balik serta ketergantungan yang benar. Situasi itu dapat diungkap melalui suatu
gambaran bahwa ilmu tanpa agama adalah lumpuh, agama tanpa ilmu adalah buta
(Einstein, 2004:177). Jadi, dengan demikian setiap agama memiliki kesesuain
dengan ilmu pengetahuan termasuk agama Buddha itu sendiri.
D.
Relevansi
Agama Buddha dengan Ilmu Pengetahuan Modern
Agama Buddha menjadi salah satu
agama yang memiliki kesamaan dengan ilmu pengetahuan. Percakapan yang dilakukan
oleh filsuf dan penanya mengenai relevansi agama Buddha dan ilmu pengetahuan
dari arsip buddhis Berzin, (1988, ia menjelaskan
bahwa hubungan yang khas selama ini berpusat pada tiga wilayah. Pertama, astrofisika yang utamanya berkenaan
dengan bagaimana semesta berkembang. Topik lainnya adalah fisika partikel, yang
berhubungan dengan bangunan atom dan zat. Ketiga, ilmu-ilmu saraf, yakni
tentang cara otak bekerja. Ketiganya adalah wilayah-wilayah utama.
Wilayah astrofisika merupakan penjelasan berkenaan dengan bagaimana alam
semesta berkembang. Pendapat fisikawan terkemuka Profesor
Stephen Hawking (Stephen
Hawkings,
2012 dalam artikel yang diterbitkan oleh Hernawan) menyatakan bahwa tidak diperlukan
sesosok Tuhan dalam penciptaan alam semesta. Alam semesta tercipta karena
adanya proses tersendiri. Proses terciptanya alam semesta dijelaskan dalam
banyak teori. Teori yang telah diterima oleh masyarakat dan ilmu pengetahuan
ialah teori Big Bang.
Teori ini
menjelaskan bahwa terbentuknya bumi berawal dari puluhan milyar tahun lalu yang
diawali dengan adanya gumpalan kabut raksasa yang meledak keluar angkasa
sehingga membentuk galaksi dan nebula. Nebula-nebula ini yang kemudian membeku
sehingga membentuk sebuah galaksi yaitu galaksi Bima Sakti dan terbentuknya
sistem tata surya. Bagian ledakan kecil yang keluar tadi mengalami kondensasi
yang mendingin dan membentuk bumi dan planet lainnya. Hal ini jelas bahwa alam
semesta ini tercipta karena suatu proses bukan diciptakan oleh Tuhan.
Penciptaan yang dikemukakan dalam
teori Big Bang memiliki relevansi dengan Buddhisme.
Proses ini dijelaskan dalam Agañña Sutta bahwa
bumi tercipta dengan rentang waktu yang sangat lama. Diawali dengan adanya
makhuk-makhluk di alam abhasara yang
kemudian mencicipi sari tanah, dan tumbuh-tumbuhan yang muncul dalam waktu yang
lama sehingga tubuh menjadi padat, terlihat bentuk jenis kelamin, dan saat itu
pula terlihat cahaya matahari, bulan, dan bintang. Muncul pergantian waktu
siang dan malam serta pergantian musim. Sejak saat itulah bumi dan seluruh
isinya terbentuk (D. III:27).
Selain dari wilayah astrofisika, wilayah pengetahuan fisika mengenai
partikel atom yang berhubungan dengan konsep anatta dalam
ajaran Buddha juga menunjukkan bahwa segala sesuatu tidak mempunyai inti yang
kekal. Sama seperti partikel atom bahwa tidak dapat dikatakan bahwa atom adalah
sebuah yang tampak terlihat jelas dalam kasat mata. Atom membentuk
partikel-partikel elementer, membentuk suatu dunia potensialitas atau
kemungkinan-kemungkinan ketimbang dunia benda-benda atau fakta-fakta kita
(Heinsberg, dalam McFarlane, 2004: 123). Jadi, dengan demikian jelas bahwa atom
tidak memiliki inti yang jelas seperti konsep anatta, bahwa atom ini yang mampu
membentuk partikel lain. Konsep ini jelas memiliki kesamaan dalam konsep anatta.
Konsep atom
tersebut bila dianalisa kembali memiliki keterkaitan dengan konsep paticcasamuppada yaitu memiliki hubungan
satu sama lain. Artinya, dari contoh tersebut adanya atom akan menjadi partikel
lain yang terbentuk, sehingga dari setiap atom itu menjadi sebab adanya
partikel lain. Seperti yang dikatakan oleh Heinsberg bahwa setiap partikel
terdiri dari semua partikel lain. Dikatakan bahwa proton terdiri dari tiga
partikel kecil. Dapat dikatakan pada suatu saat bahwa ia untuk sementara waktu
terdiri dari tiga kuark, dan menjadi empat kuark, dan satu antikuark, atau lima
kuark dan seterusnya (Heinsberg, dalam McFarlane, 2004: 136).
Lebih dijelaskan
oleh Cheng Chien bahwa setiap fenomena memuat fenomena lainnya dan setiap
fenomena memuat keseluruhan segenap fenomena lainnya. Artinya, segala sesuatu
itu memiliki hubungan saling ketergantuangan satu sama lain. Hal ini yang
sesuai dengan ajaran Buddha dalam paticcasamupada.
Wilayah ketiga yaitu
mengenai ilmu syaraf yang mempelajari mengenai cara kerja otak. Ahli saraf dan
pengikut Buddha mencatat adanya hubungan kemunculan yang bertalian di antara
berbagai hal. Sesuatu itu ada (exist) bergantung pada si pengamat dan
kerangka pola pikir yang digunakan oleh orang tersebut untuk melihatnya. Terutama
dalam pikiran seseorang.
Sebagai contoh, ketika
ahli saraf meneliti otak dalam usaha menemukan apa yang menentukan keputusan
kita, mereka menemukan tidak ada “pembuat keputusan” yang terpisah di dalam
otak. Tidak ada orang kecil bernama “aku” yang duduk di dalam kepala, yang
menerima informasi dari mata, telinga, dan seterusnya seperti yang ada di layar
komputer, dan membuat keputusan dengan menekan sebuah tombol sehingga lengan
melakukan ini dan kaki melakukan itu. Melainkan, keputusan adalah hasil dari
hubungan-hubungan berseluk-beluk dari jejaring daya gerak saraf dan proses
kimia serta listrik yang sangat besar.
Bersama-sama, mereka
membawa hasil yaitu sebuah keputusan. Hal ini terjadi tanpa adanya suatu
kesatuan yang terpisah yang disebut pembuat keputusan. Ajaran Buddha menekankan
hal yang sama yaitu tidak ada “aku” yang tetap dan kokoh duduk di dalam kepala
yang membuat segala keputusan. Ketika hati berkata, “Aku mengalami ini, aku
melakukan itu,” tapi kenyataannya yang terjadi adalah hasil dari hubungan rumit
di antara banyak unsur berbeda. Ilmu pengetahuan dan ajaran Buddha sangat dekat
dalam hal ini.
Psikologi modern juga mengindikasikan
bahwa pikiran atau kesadaran sama seperti tubuh jasmani yang berkerja
berdasarkan hukum alamiah dan sebab akibat tanpa disertai roh permanen yang
berdiri sendiri menguasai semua aktifitasnya (Sandi Setiawan dalam Wijaya
Mukti, 2003:291). Artinya, pikiran atau kesadaran seseorang bekerja tidak
diatur oleh apapun, pikiran bekerja berdasarkan alur pikiran itu sendiri. Contohnya,
ketika seseorang memiliki kesadaran yang baik untuk bekerja, maka secara
alamiah badan jasmani ini akan mengikuti alur kesadaran yang ada yaitu bekerja.
Hal demikian selaras
dengan ajaran Buddha yang dijelaskan dalam kitab Abhidhamatasanggaha bahwa kesadaran disebut sebagai citta. Citta merupakan kesadaran/pikiran
yang memegang objek (Kaharudin, 2005:7). Sedangkan objek dari citta adalah cetasika. Cetasika mengkondisikan
seseorang melaksanakan aktifitas sesuai dengan yang dikehendaki. Misalnya,
dalam pikiran terdapat cetasika yaitu
viriya (semangat), maka kesadaran/pikiran
mengkondisikan diri untuk bersemangat dalam melakukan perbuatan yang
dikehendaki (Kaharudin, 2005:130). Jadi, antara citta dan cetasika
mengkondisikan jasmani ini untuk melakukan tindakan yang dikehendaki.
Selain dari ketiga
wilayah tersebut, masih banyak aspek ilmu pengetahuan yang memiliki kesesuian
dengan ajaran Buddha, misalnya epistemologi.
Epistemologi menekankan pada sikap menghargai
kebebasan berpikir dalam menyelidiki asal, sumber-sumber, metode dan keabsahan pengetahuan
(Wijaya Mukti, 2003:9). Sumber ilmu dalam aliran epistemologi terdapat tiga jenis aliran yaitu aliran rasionalis,
empiris dan kritis.
Aliran rasionalis menyandarkan
diri bahwa pengetahuan bersumber dari akal atau rasio dan metodologinya menekankan
pada pembuktian suatu ilmu pengetahuan. Aliran empiris menyatakan bahwa ilmu
pengetahuan sejati merupakan pengalaman. Aliran ini menggunakan metodologi
dengan jalan deduksi dan pengamatan. Kemudian, aliran kritis berupaya
mendamaikan pendirian rasionalisme dan empirisme. Jadi, dari ketiga aliran ini
dapat disumpulkan bahwa epistemologi mendorong
seseorang untuk mampu melakukan pembuktian dan pengamatan terhadap ilmu
pengetahuan, tidak hanya diterima begitu saja. Harus diteliti terlebih dahulu
sumber asal dari ilmu pengetahuan yang diperoleh.
Berdasarkan ketiga
aliran ini memiliki relevansi dengan aliran para pemikir di India sebelum
adanya Sang Buddha, yaitu adanya aliran eksperiensialis
yang menyatakan bahwa sumber ilmu pengetahuan berdasarkan pengetahuan serta
pengalaman secara langsung (Wijaya Mukti, 2003:10). Aliran ini sesuai dengan
Sang Buddha, karena beliau merupakan kaum atau aliran eksperiensialis yaitu mengetahui secara langsung ajaran berdasarkan
pengalaman yang dirasakan. Artinya, pengetahuan tersebut diamati dan dibuktikan
secara langsung.
Hal ini juga sesuai
dengan epistemologi Buddhis yang
dijelaskan oleh Sariputra bahwa sumber ilmu diperoleh (pengertian yang benar) diperoleh
dari kesaksian orang lain dan perenungan secara bijaksana (M. I, 294 dalam Wijaya Mukti:17). Artinya untuk memperoleh
pengetahuan yang baik perlu menekankan pola berpikir secara kritis terhadap suatu
pengetahuan untuk melakukan analisa terhadap pengetahuan yang diperoleh.
Analisa itu dilakukan
dengan melakukan perbandingan antara ilmu pengetahuan dengan yang dialami dalam
kehidupan sehari- hari (sesuai dengan aliran ekspriensialis). Contohnya analisa mengenai asumsi bahwa
terdapat dukkha (penderitaan) yang
terdiri dari rasa sakit, kesusahan dan kesengsaraan, dan asumsi bahwa segala
sesuatu tidak memandang apa yang sedang kita bicarakan, yang semua itu memiliki
sebab. Sebab dari dukkha yang dialami
oleh seseorang diteliti sendiri dengan melakukan analisa dengan menanyakan apa
yang menyebabkan menderita. Sehingga akhirnya, seseorang mengetahui sebab
penderitaan yang dirasakan.
Contoh lain hubungan yang telah di
teliti berdasarakan riset yang dilakukan oleh Ormond McGill
bersama Irvin Mordes spesialis di bidang hipnoterapi kehidupan lampau ( Past
Life Hynotherapy), bahwa tumimbal lahir benar –benar ada dengan melakukan hipnosis. Riset ini dilakukan di
Maryland Psychiatric Center pada tahun 1974. Riset ini tertulis dalam buku yang
berjudul “The Many Lives of Alan Lee” (Hendra, 2009 dalam http://hendrath-jmr.blogspot.co.id/2009/12/filosofi-ajaran-buddha.html),
dan berisikan tentang 16 kehidupan lampau dari Alan Lee. Saat diregresi ke
kehidupan lampaunya dalam kondisi hipnosis,
subjek mampu menulis dan berbicara dengan sangat fasih sesuai dengan bahasa
pada kehidupan lampaunya, dan bukti-bukti autentik telah di validasi oleh tim
riset.
Berdasarkan hal demikian, jelas
bahwa ajaran Buddha mengajarkan untuk melakukan analisa terhadap segala ajaran yang
ada dalam kehidupan. Hal ini nampak seperti yang dijelaskan dalam Kalama Sutta. Sang Buddha menjelaskan pada
kaum Kalama untuk tidak percaya begitu saja terhadap berita yang didengar, tradisi,
kebiasaan turun temurun, ucapan yang dikatakan oleh orang ahli, terhadap
mitos-mitos, terhadap para guru bahkan Sang Tatagata sekalipun, melainkan harus
di uji terlebih dahulu kebenaran dari ajaran tersebut. Seperti yang dikatakan
pula oleh Ven. Rahula yaitu:
“Agama Buddha adalah selalu merupakan
pertanyaan tentang pengetahuan dan pembuktian; bukan tentang kepercayaan.
Ajaran Sang Buddha memenuhi syarat sebagai Ehi-Passiko,
mengundang anda untuk datang dan membuktikan, bukannya datang dan percaya” (Ven.
Dr. W. Rahula, dalam Dhammananda,
1992).
Inilah keistimewaan agama Buddha
yang mampu memiliki kesesuaian dengan ilmu pengetahuan modern dan menjadi agama
yang besar dalam dunia modern. Albert Einsten juga menegaskan bahwa agama yang
mampu mengatasi kebutuhan ilmiah modern merupakan agama Buddha. Selain itu,
agama masa depan adalah agama Buddha, agama kosmis yang mampu melampaui sesosok
Tuhan personal serta menghindari dogmatisme, teologi, mencangkup alam dan spiritual
(Einstein, dalam Dhammananda, 1992). ).
Selain
pendapat Einstein, terdapat seorang intelek dunia mengatakan dalam buku yang dikomplikasi oleh
Ven. Sri Dhammananda yang diterbitkan oleh Mutiara Dhamma, yaitu :
“Dokrin Buddha Dhamma yang
ada dewasa ini tidak terpengaruh oleh perjalanan waktu dan perkembangan ilmu
pengetahuan, dan masih tetap seperti ketika petama kali Ia ucapkan. Tidak
peduli seberapa jauh pengetahuan ilmiah dapat memperluas cakrawala mental
seseorang, di dalam kerangka kerja Dhamma terdapatlah ruang untuk penerimaan
dan asimilasi terhadap penemuan yang lebih jauh / baru. Ia tidak bergantung
kepada konsep – konsep terbatas dari pikiran – pikiran yang primitif / kuno
juga tidak pada kekuatan pikiran yang negatif” (Francis story, “Buddhisme as
World Religion” dalam Dhammananda, K. 1992 ).
E. Pengaruh memiliki Pengetahuan tentang Agama Buddha dan Ilmu Pengetahuan Modern terhadap
Sikap Seorang Buddhisme
Semakin banyaknya ilmu pengetahuan
yang dimiliki, maka semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang. Semakin
banyak ilmu yang dimiliki, semakin baik tingkat kecerdasan seseorang. Dengan
kecerdasan yang dimiliki, maka akan lebih mudah memahami ajaran Buddha. Dengan
mampu memahami ajaran Buddha, maka akan semakin mengerti dan mempraktikannya. Praktik
inilah yang memberi sumbangsih besar terhadap pengaruhnya bagi seorang
buddhisme.
Pengaruh ilmu pengetahuan terhadap
sikap seorang Buddhime lebih menyumbangkan pada sikap menghargai terhadap
kehidupan. Karena, pada dasarnya ajaran Buddha menekankan pada sikap welas asih
dan kasih kasih terhadap semua makhluk. Seseorang yang belajar ilmu mengenai
perkembangan makhluk hidup dimana terdapat sel-sel dalam tubuh berkembang dan
pasti akan mati, maka ia akan menghargai adanya perubahan yang terjadi dalam
jasmani (Anicca).
Kemudian, bila mempelajari ilmu
mengenai pembuahan dan kromoson, maka akan menghargai antara laki-laki dan
perempuan serta akan berusaha untuk tidak melanggar sila buddhis. Pengaruh yang
paling penting ialah dengan ilmu pengetahuan yang ada mampu menuntun setiap
manusia untuk hidup lebih baik (Wijaya Mukti, 2003:294).
Daftar
Rujukan
Berzin, Alexander dan
Chodron, Thubten. 1999. Ajaran Buddha dan Ilmu Pengetahuan. Dalam
artikel yang dimuat dalam arsip Buddhis Berzin dalam http://www.berzinarchives.com/web/id/archives/approaching_buddhism/world_today/buddhism_science.html. Diakses pada
22 September 2015, pada pukul 14.00 PM. Singapura: Amitabha Buddhist Centre.
Dhammananda,
Sri. 1992. Agama Buddha di Mata Para
Intelek Dunia. Pada Mutiara Dhamma
edisi ulang tahun ke tiga dalam bentuk Pdf. Di akses pada 01 Oktober 2014 pada
pukul 18:36 WIB.
Hendra. 2009.
Pada makalah yang berjudul Filosofi
Ajaran Buddha dalam http://hendrath-jmr.blogspot.co.id/2009/12/filosofi-ajaran-buddha.html. di akses pada
23 November 2015 pada pukul 10.00 WIB.
Kaharudin,
Jinaratana. 2005. Abhidhammattasangaha. Jakarta:
CV. Yanwreko Wahana Karya.
Kirthisinghe, Buddhadasa. 2004. Agama Buddha dan Ilmu Pengetahuan. Jakarta:BPB
Arya Suryacandra.
McFarlane, Thomas J. 2004. Einstein dan Buddha. Yogyakarta:Pohon
Sukma.
Tim penyusun.
2012. Buddhisme dan Sains. Dalam buku
kumpulan perlombaan penulisan artikel yang ditulis oleh Willy Yandi Wijaya. Dalam
bentuk pdf di akses pada 01 Oktober 2014
pada pukul 18:36 WIB. Bandung: Pemuda Vihara Vimala Dharma.
Tim penyusun.
2013. Dhammapada. Jakarta : Ehipasiko
Foundation.
Wijaya
Mukti, K. 2003. Wacana Buddha Dharma. Jakarta:
Yayasan Dharma Pembangunan.
5 things you may not know about the 888sport Malaysia 카지노 카지노 10bet 10bet m88 m88 242Seminole Hard Rock Hollywood - Shooting Car Sasino
BalasHapus